Jumat, 04 Februari 2011

Merenung Di Bawah Bendera Merah Putih

Setiap kata selalu ada lawan katanya, begitu yang saya pahami atas sebuah kata, dan setiap keadaanpun ada kebalikan dari keadaan tersebut, atau kalau boleh agak berat sedikit memahaminya, itulah perbedaan dan itu merupakan kondisi yang absolut dalam setiap keadaan, yang  akan selalu ada sampai akhir jaman.

Tahun ini adalah tahun ke 13, era yang katanya adalah era reformasi, namun rasa-rasanya  ini adalah era keterpurukan dari perjalanan bangsa ini.

Namun demi tetap tegaknya Merah Putih, keyakinan  akan muncul era yang lebih baik pasti akan datang, dan itu membuat saya tetap bertahan dan selalu berdoa serta berharap agar segera sadar bangsa ini, untuk segera  menyelesaikan kondisi yang begitu penuh dengan intrik dan konflik antar kelompok dan golongan untuk kepentingannya masing-masing.

Bangsa Indonesia saat ini telah banyak lupa akan tugas utamanya sebagai bangsa, tugas yang telah diembankan pada dirinya, yaitu mencapai cita-cita luhur bangsa yang sesungguhnya, agar menjadi bangsa yang bermartabat dalam kemakmuran dan keadilan, tugas itu kini terasa makin jauh dari kenyataan, dikarena bangsa ini menjadi bangsa yang terlalu sibuk dengan pertengkaran demi pertengkaran.

Dalam berdemokrasi bangsa ini tidak menghargai frame-nya sendiri, bangsa ini melihat peraturan dan undang-undang yang sejatinya adalah frame dalam berdemokrasi hanya dipandang sebagai untaian dan susunan kalimat yang boleh ditafsirkan sendiri-sendiri, yang memaksakan pembenaran atas sikap dan tindakannya masing-masing, hal inilah yang jelas-jelas menghancurkan kebenaran dan ketertiban kita dalam berbangsa dan bernegara, dan parahnya lagi yang melakukan hal tersebut adalah para pemimpin baik di eksekutif dan legeslatif, para tokoh, para ahli, para pakar.

Tidak malukah kita sebagai bangsa, atas sikap-sikap seperti diatas kita akan terlihat naif dan pandir di mata bangsa lain. Bangsa yang dulunya terkenal dengan jiwa patriotnya, bangsa yang dipimpin oleh para pejuang-pejuang besar. Sekarang bangsa ini lebih dikenal sebagai bangsa yang dipimpin para koruptor, bangsa yang dipimpin para pengemplang, bangsa yang pemimpinnya suka bertengkar dengan saudara sebangsanya sendiri, bangsa yang para pemimpinnya mudah di adu domba. Relakah kita disebut begitu?
Kita memiliki kekayaan alam, kita memiliki iklim yang baik untuk bidang pertanian, peternakan, perikanan, kelautan, kita memiliki tenaga kerja, kita memiliki lengkap sumber daya untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang maju, bangsa yang makmur. Namun saat ini, ketidak mampuan para pemimpin untuk bisa melaksanakan UUD 45 pasal 33 demi kemakmuran rakyat, jelas dirasakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia saat ini, dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, daya beli yang rendah.

Dan parahnya lagi setelah di utak-atik untuk kepentingan pribadi dan golongannya sendiri, pasal 33 tersebut semakin di mandulkan, dengan di rubah pada tahun 2002 dengan penambahan ayat.
Pasal 33  UUD 45
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 33  Perubahan Tahun 2002
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Dari pasal tersebut diatas setelah perubahan tahun 2002 dimana ayat 4 dan ayat 5 merupakan bentuk pemandulan pasal 33 UUD 45 ayat 1, ayat 2 dan parahnya lagi ayat 3 yang bertujuan manfaat dari bumi Indonesia dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, semakin menjauhkan kita dari rasa makmur. Sangat jelas sekali ketiga ayat ini dikebiri. sudah jelas ini adalah Undang-Undang Dasar, kok diatur lagi dalam undang-undang yang kedudukannya lebih rendah dari Undang-Undang Dasar, hal ini dilakukan agar dapat tercapai kepentingan pribadinya dan golongannya sendiri, masa bodo dengan kepentingan nasional.

Para pemimpin eksekutif dan legeslatif, para tokoh, para ahli, para pakar yang ada sekarang MERASA lebih pintar dari para pemimpin dan ahli, para tokoh, para pakar pada masa revolusi, mungkin benar itu, dengan mengatas-namakan kepentingan rakyat mengacak-acak pondasi bangsa ini dalam bernegara dan berpemerintahan, akan tetapi mereka tidak memiliki nurani dan martabat, mereka lakukan itu untuk kepentingan dirinya sendiri, golongannya dan kelompoknya saja, jauh dan bukan untuk kepentingan rakyat dan kepentingan nasional.

Atau jangan-jangan karena kebodohannya mereka melakukan itu, memang mereka tidak belajar sejarah, bahwa hal seperti itu pernah terjadi, akan tetapi Pemimpin Besar Soekarno memerintahkan kembali kepada UUD 1945, karena beliau sadar bahwasanya UUD 1945 sudah bisa dan sangat tepat bagi bangsa ini untuk berbangsa dan bernegara.

Sadarlah, kita tidak hidup untuk selamanya, jangan merasa pintar dan merubah-rubah sesuatu yang sebenarnya sudah cukup sebagai dasar kita menjalankan negara ini menuju tujuan dan cita-cita bersama, kasihan rakyat dan anak cucu kita kelak.

Apakah yang telah dihasilkan dalam berbagai peraturan dan undang-undang yang sekarang ini dengan menghabiskan uang negara dari jerih payah rakyat dalam berbagai macam pajak dan biaya untuk menjalankan kehidupannya, apakah telah mampu semakin mendekatkan bangsa ini pada kemakmuran dan keadilan?
Bukankan sekarang semakin banyak koruptor, semakin banyak kesengsaraan rakyat, semakin banyak ketidak adilan, semakin banyak angka kriminalitas, semakin banyak pengemis.

Para pemimpin bangsa saat ini sangat manja dan lemah ( atau bodoh ya?), mereka terlalu mudah merubah sebuah arah kebijakan, dengan semakin sering merubah kebijakan, maka  akan semakin jauh kita sebagai bangsa untuk dapat mencapai tujuan dan cita-cita menjadi bangsa yang adil dalam kemakmuran.

Dan kalian itu akan dicatat dalam sejarah, sebagai para pemimpin yang menyebabkan terjadinya masa keterpurukan Bangsa Indonesia. Dunia Akherat kalian akan terus dihujat.

Jika bangsa ini di ibaratkan sebuah mobil, sebenarnya mobil itu ya sudah sesuai dengan apa yang disebut sebagai mobil dengan bahan bakarnya, dan agar bisa berjalan sesuai dengan arahnya untuk mencapai tujuan, yang kita perlukan apa?

Tentunya keterampilan mengendarai mobil itulah yang akan menggerakan dan mengarahkan mobil itu sampai ke tujuan. Walaupun ditambah pengaman, atau apapun agar nyaman mobil itu, kalau memang dasarnya tidak bisa mengendarai mobil, jangankan cara untuk menggerakan, mengetahui cara untuk mengarahkan saja tidak mampu, tentu saja kita tidak akan pernah sampai tujuan yang benar.

Jadi mari kita sebagai bangsa mulai belajar terhadap sejarah dan jati diri bangsa, yaitu sejarah dan jati diri BANGSA INDONESIA, untuk menjadi bangsa yang pandai dalam berbangsa dan bernegara dan berpemerintahan, berpolitik, berbudaya, bekerja, dan beribadah sesuai keyakinanya, agar arah yang sudah ditunjukan dapat kita temukan kembali, dengan demikian tujuan dan cita-cita menjadi bangsa yang bermartabat, adil makmur, dihargai dan dihormati oleh bangsa lain, disegani oleh bangsa-bangsa lain, dapat segera tercapai di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.